Arahkan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Melalui Koperasi
Ada dua dampak pengelolaan hutan jika
tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan. Pertama, meningkatnya kerusakan
hutan. Kedua, konflik kepemilikan lahan hutan antara pemerintah dan masyarakat
lokal.Kawasan hutan negara di Indonesia secara nasional tercatat seluas 132,25
juta hektar, namun berdasarkan keputusan menteri kehutanan, kawasan yang
ditunjuk sebagai kawasan hutan hanya seluas 109,96 juta hektar. Dimana 27,74
hektar (25,23%) merupakan hutan industri dan 13,67 juta hektar merupakan hutan
yang dapat dikonversi. Sumberdaya hutan ini menjadi tumpuan kehidupan sebagian
besar masyarakat, khususnya masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.
Sedikitnya, seperti data BPS, ada sekitar 48,8 juta jiwa atau 22 persen dari
total 219,9 juta jiwa penduduk Indonesia.Sayangnya, kondisi hutan Indonesia itu
terus mengalami degradasi yang sangat hebat. Penyebabnya antaralain,
pemanfaatan yang berlebihan, perubahan peruntukan kawasan hutan, kebakaran
hutan, dan pencurian kayu (illegal logging). Kondisi ini diperparah melalui
desentralisasi kewenangan pengolahan sektor kehutanan sebagai amanat dari
penerapan otonomi daerah. Demikian Musni Jalil SH, Deputi Bidang Industri
Kementerian Koperasi dan UKM, pada seminar “Sukses Pembangunan Hutan Tanaman
Rakyat”, di Jakarta, baru-baru ini.Berdasarkan data, luas kawasan hutan yang
terdegradasi mencapai luas 59,7 hektar dengan laju kerusakan mencapai 2,83 juta
hektar pertahun. Sedangkan lahan kritis di dalam dan di luar kawasan tercatat
seluas 42,1 juta hektar. Padahal, kata Musni, masalah kerusakan hutan dan
kemiskinan merupakan dua isu penting dalam pembangunan hutan di Indonesia.
“Pengolahan hutan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi terbukti
menyebabkan termarginalisasinya masyarakat yang hidup di dalam sekitar hutan,”
urainya.
Karena itu, sambung Musni, Kementerian Koperasi dan UKM menyambut baik
program pemerintah untuk revitalisasi sektor kehutanan dengan meningkatkan
pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat melalui pemberian akses lebih luas
terhadap pemanfaatan hutan produksi, pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
dalam jangka panjang secara konsisten, komprehensif, koordinatif dan kredibel.
Menurut Musni, pembangunan hutan tanaman rakyat itu selayaknya diarahkan
bagi pengembangan perekonomian desa dan pengentasan kemiskinan melalui
pengolahan lahan di dalam kawasan hutan produksi oleh kelompok masyarakat yang
tergabung dalam kelembagaan koperasi. Sebab, melalui koperasi, masyarakat di
kawasan hutan akan dapat memperoleh keuntungan ekonomi berupa peningkatan skala
usaha, pemasaran hasil produksi anggota, pengadaan barang dan jasa, fasilitas kredit/pinjaman,
serta keuntungan sosial berupa keuntungan berkelompok, pendidikan dan
pelatihan, serta program sosial lainnya.
“Apalagi, Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan sangat
berpihak kepada koperasi dengan memberikan peran yang sangat penting dan
strategis, khususnya pasal 29 mengenai izin usaha yang diberikan kepada
koperasi, meliputi: pemanfaatan hutan, usaha pemanfaatan jasa lingkungan, usaha
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, usaha
pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu,” terang Musni.
Memperhatikan peran koperasi yang sangat penting dan strategis sebagaimana
amanat UU No 41 itu, sambung Musni, maka diharapkan para stakeholder (pemangku
kepentingan) dapat mendukung pengembangan koperasi di sektor kehutanan dengan
prinsip saling membangun, yang selanjutnya diharapkan bersinergi menjadi
kekuatan kelompok usaha yang tergabung dalam lembaga koperasi.
Ia sebutkan, dalam meningkatkan peran koperasi di sektor kehutanan, sejak
tahun 2005 Kementerian Koperasi dan UKM, khususnya dalam pemberdayaan hutan
kemasyarakatan telah memberikan bantuan perkuatan kepada koperasi di Provinsi
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Tenggara
untuk pengadaan sarana pengolahan kopi, kakao, umbi porang, dan pengembangan
usaha budidaya umbi porang.
Musni menegaskan, potensi yang dimiliki oleh masyarakat di sekitar HTR
sesungguhnya sangat besar. Akan tetapi, melihat kenyataan selama ini,
masyarakat di sekitar HTR belum memiliki organisasi. Berbeda dengan pedagang,
pabrikan dan eksportir bidang perkebunan yang memiliki perkumpulan atau
asosiasi yang mampu mendukung kebutuhan para anggotanya.
Karena itu, ia kembali berharap porsi “peran” koperasi hutan kemasyarakatan
selain mampu berperan sebagai dinamisator diantara kepentingan menjaga dan
melestarikan hutan, juga mampu memenuhi kebutuhan ekonomi para anggota dan
masyarakatnya. “Manfaat harus dirasakan oleh anggotanya. Oleh sebab itu,
koperasi mampu menunjukkan “kebebasan” dalam mengambil keputusan, sekaligus
mampu mengelola tuntutan maupun keadaaan yang ada,” ujarnya.
RPJMN 2010-2014
Lebih jauh, Musni memaparkan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJMN) 2010-2014, Koperasi dan UKM menempati posisi strategis untuk
mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen,
koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi
ekonomi rakyat, sekaligus memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui
dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya.
Sementara itu UMKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja,
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan
memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya
daya saing dan daya tahan ekonomi nasional.
Dengan persfektif peran seperti itu, maka sasaran umum pemberdayaan
Koperasi dan UMKM dalam lima tahun mendatang adalah; (1) meningkatnya
produktifitas UMKM dengan laju pertumbuhan yang tinggi dari laju pertumbuhan
produktivitas nasional; (2) meningkatnya proporsi usaha kecil formal; (3)
meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan laju
pertumbuhan yang tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya; (4) berfungsinya
sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan (5) meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi
sesuai jati diri koperasi.
Selanjutnya, Musni menyebutkan, dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian
Koperasi dan UKM menyelenggarakan fungsi antaralain: merumuskan kebijakan
nasional di bidang koperasi dan UKM; koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang
koperasi dan UKM; pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggungjawabnya; pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; dan penyampaian laporan
hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada
presiden. “Untuk hal ini, Kementerian Koperasi dan UKM masih menunggu terbitnya
perubahan atas peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009, khususnya mengenai
fungsi teknis pemberdayaan koperasi,” ungkapnya.
No Comment to " Arahkan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Melalui Koperasi "