Teknologi Peningkatan Nilai Tambah Produk untuk Revitalisasi Industri Kehutanan
Peningkatan nilai tambah produk (added
value) adalah salah satu strategi pokok dalam kebijakan nasional industri
agro untuk mewujudkan revitalisasi industri kehutanan. Untuk itu,
diperlukan dukungan input teknologi yang mampu menghasilkan produk-produk
turunan bernilai tinggi.
Industri hasil hutan merupakan salah
satu industri agro, yang merupakan industri andalan masa depan. Industri agro
ini didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial yang berasal dari
sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan, perkebunan dan kehutanan.
“Produk hasil hutan kita, harus
diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi, bukan lagi bahan mentah yang
nilainya disandarkan pada volume,” kata Dr. Iman Santoso, Kepala Badan
Litbang Kehutanan, saat membuka Ekspose“Teknologi Peningkatan Nilai Tambah
Hasil Hutan”, yang diselenggarakan Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah)
di IPB International Convention Center Botani Square, Bogor, Selasa (30/4).
Pengolahan hasil hutan Indonesia
dari hulu ke hilir, harus didasarkan pada asas kelestarian, produktivitas yang
tinggi, ramah lingkungan dan diolah menjadi produk-produk turunan yang
bernilai tinggi. Hal lainnya adalah pengolahan dan pemanfaatan limbah, sehingga
secara keseluruhan, proses produksi menjadi ramah lingkungan dan efisien. Hal
itu sesungguhnya adalah tantangan terbesar para peneliti yang bergerak dalam
bidang pengolahan hasil hutan. Karena penciptaan iptek dalam sisi ini,
membutuhkan visi, sains, dan juga instrumen riset yang advance.
Oleh karenanya Iman berharap
Pustekolah dapat menghasilkan iptek yang mampu menjadi rujukan bagi industri
pengolahan hasil hutan. Iptek tersebut harus user friendly karena
penggunanya sebagian besar adalah petani dan pengusaha kecil/menengah. Selain
itu juga harus environmentally friendly. “Kita punya tugas besar dalam
menemukan iptek bagi peningkatan nilai tambah, dan juga menyampaikannya kepada
para pelaku industri hasil hutan,” ujar Iman.
Memenuhi harapan tersebut,
Pustekolah terus berpacu untuk menghasilkan teknologi yang mampu meningkatkan
nilai tambah dan pendapatan bagi industri hasil hutan Indonesia, baik yang
dilakukan oleh industri besar, UKM, maupun masyarakat petani. Pemasyarakatan
hasil riset pun dilakukan secara kontinyu.
“Sebagaimana diketahui bahwa nilai
tambah ini sebuah isu lama/tua, tetapi tetap masih relevan. Selama kita
masih selalu mengekspor bahan mentah, selama itu pencarian teknologi
peningkatan nilai tambah masih relevan,” papar Dr. Putera Parthama, Kepala
Pustekolah, dalam laporannya di acara ekspose tersebut.
“Ekspose ini bertujuan
memperkenalkan dan menyebar luaskan beberapa teknologi peningkatan nilai tambah
hasil hutan yang dihasilkan oleh Pustekolah kepada khalayak pengguna,” lanjut
Parthama. Harapannya teknologi yang disampaikan ini diterima oleh peserta dan
pengguna serta di dukung oleh kebijakan pemerintah secara luas .
Direktur Industri Hasil Hutan dan
Perkebunan, Ditjen Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Ir. Arya
Wargadalam, M.A., yang tampil sebagai pembicara kunci mengatakan bahwa acara
ini sangat mendukung kebijakan nasional industri agro menuju revitalisasi
industri kehutanan. Kebijakan tersebut diarahkan kepada 2 (dua) hal yaitu
peningkatan nilai tambah produk dan peningkatan daya saing/kualitas produk.
Tujuannya adalah supaya industri hasil hutan dan perkebunan dapat tumbuh dan
berkembang secara berkelanjutan (sustainable growth).
“Industri hasil hutan Indonesia
memiliki kekuatan antara lain potensi bahan baku yang besar, potensi SDM yang
besar (padat karya) dan daya kreativitas yang tinggi,” papar Aryan.
Namun, industri hasil hutan Indonesia saat ini menghadapi permasalahan
kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan bahan baku karena semakin berkurangnya
pasokan kayu dari hutan alam. Permasalahan lain yang juga dihadapi
Indonesia selama ini adalah sebagian besar hasil utan dijual/diekspor dalam
bentuk bahan baku atau bahan setengah jadi.
Hal itu memberikan nilai keuntungan
yang rendah dan negara lainlah yang menikmati nilai tambah lebih besar.
Semestinya, hasil hutan Indonesia harus diolah dengan input teknologi sehingga
menghasilkan produk-produk turunan yang jauh lebih tinggi nilainya, yang juga
sesuai dengan kebijakan pemerintah saat ini.
“Kami berharap hasil-hasil riset
Pustekolah tersebut dapat sejalan dengan kebijakan nasional industri agro
menuju revitalisasi industri kehutanan,” ujar Aryan.
Berbagai teknologi pengolahan hasil
hutan
Dalam ekspose “Teknologi Peningkatan
Nilai Tambah Hasil Hutan” ini dipaparkan sebanyak sebelas materi, yakni:
- Teknologi Pengawetan Kayu Alternatif untuk Bahan Bangunan Kelautan
- Mesin Pengering Kayu Sistem Panas Tungku untuk Usaha Kecil
- Pemanfaatan Kayu Trembesi untuk Furniture dengan Teknologi Laminasi
- Bambu Komposit sebagai Material Alternatif Pensubstitusi Kayu Pertukangan Berkualitas
- Pemanfaatan Ekstrak Cair Limbah Kayu Merbau sebagai Bahan Perekat Balok Lamina
- Pemanfaatan Limbah Pelepah Nipah dan Sabut Kelapa untuk Papan Serat Berkerapatan Sedang Menggunakan Perekat Terbarukan TF
- Teknologi Glulam untuk Pembuatan Komponen Kapal
- Potensi Ekonomi Limbah Kayu Pinus Bekas Sadapan dan Diskursus Pengelolaan Tegakan Pinus sebagai Penghasil Getah
- Teknik Pembuatan Dekstrin Secara Enzimatis dari Tepung Buah Sukun
- Potensi Pemanfaatan Dryobalanops aromatica untuk Produk Kosmetik dan Obat
- Pembuatan Vernis dari Damar Batu
Selain ekspose hasil riset, digelar
juga pameran iptek, dalam bentuk contoh produk serta informasi berupa
buku dan leaflet yang dibagikan ke peserta. Contoh produk diantaranya bambu
lamina, nano carbon, bio-fuel, panel kayu mangium, cuka kayu serta turunannya,
dll.
Acara ekspose ini dihadiri oleh
sekitar 150 orang dari berbagai pihak terkait. Peserta yang hadir terdiri atas
Fakultas Kehutanan beberapa Universitas, Kementerian Perindustrian, kalangan
BUMN (Perum Perhutani, PT. Inhutani) dan industri swasta yang mengolah kayu,
bambu, serta HHBK. Hadir pula perwakilan Asosiasi Profesi/ Industri, kalangan
fungsional seperti dari peneliti, penyuluh dan widyaiswara, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), dan beberapa pengguna jasa Pustekolah seperti Bea Cukai.
Tidak ketinggalan peserta dari eselon I teknis Kemenhut, para peneliti senior
yang sudah purna tugas, serta para kepala UPT lingkup Badan Litbang Kehutanan.(SS)***
No Comment to " Teknologi Peningkatan Nilai Tambah Produk untuk Revitalisasi Industri Kehutanan "