News Ticker

Menu

Sertifikasi Kayu Legal, Harapan Baru bagi Mebel Jepara



Keuntungan menjadi anggota Asosiasi Pengrajin Kecil selain perolehan akses yang lebih baik ke pasar juga kemudahan mendapatkan kredit bank. Photo @CIFOR.
Para pengusaha mebel di Kabupaten Jepara di Jawa Tengah, Indonesia telah menghimpun kekuatan untuk membentuk asosiasi yang telah meningkatkan pendapatan dan membantu mengamankan sertifikasi kayu legal pertama negara ini, yang membuka koridor ekspor ke Eropa.
Hasil ini adalah hasil penelitian yang bertujuan untuk memperkuat daya tawar dan meningkatkan mata pencarian para pembuat mebel skala kecil yang industrinya mengalami kemerosotan sejak krisis finansial global tahun 2008 dan dampak dari pasar bebas Asia.
"Dengan bergabung dalam suatu asosiasi, pengrajin perorangan mengetahui bahwa mereka bisa bekerja lebih efektif dengan pemerintah dan sektor swasta," ujar Herry Purnomo, kepala dari proyek penelitian Rantai Nilai Mebel di Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).
"Mereka memperoleh akses yang lebih baik ke pasaran dan kredit bank, meningkatkan keterampilan merancang dan mendorong kualitas mebel. Pendapatan anggota asosiasi 20 persen lebih tinggi dari pendapatan mereka yang bukan anggota."
Ekspor Bernilai
Produksi mebel kayu adalah salah satu komoditi ekspor alami utama Indonesia, senilai 980 juta dollar AS pada tahun 2012, dan merupakan sumber mata pencarian utama untuk 5 juta penduduk di Pulau Jawa.
Di seluruh negara, 95 persen pembuat mebel dipekerjakan oleh perusahaan-perusahaan skala kecil dan mendengah (UKM).
Di Jepara saja — pusat sejarah pembuatan mebel dan ukiran kayu jati Indonesia — 120.000 pengrajin bekerja di industri ini, per tahun nilai ekspor mebel di Jepara mencapai 120 juta dollar AS.
Namun, UMK memperoleh kurang dari 5 persen dari nilai tambah ini.
"Asosiasi Pengrajin Kayu Jepara (APKJ) Skala Kecil telah memampukan para anggotanya untuk menegosiasikan harga yang lebih baik untuk mebel mereka, dan untuk meningkatkan pesanan lokal, nasional dan internasional," ujar Purnomo.
"Para anggota asosiasi juga telah mendapat manfaat dari dukungan pemerintah dan pelatihan untuk menghasilkan produk-produk ekolabel dari kayu bersertifikat, yang menambah nilai dan membuka kesempatan pasar baru," ujar Purnomo.
Dorongan Sertifikasi
Asosiasi tersebut menerima lisensi pertama sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) kolektif, sistem sertifikasi wajib yang disepakati pemerintah Indonesia dengan Uni Eropa untuk ekspor produk-produk Indonesia ke Eropa.
"Lisensi yang diberikan pada bulan Juli 2013 ini juga akan memfasilitasi ekspor ke pasar lain-lain yang mensyaratkan sertifikasi lingkungan, seperti ke Amerika Serikat dan Australia," ujar Purnomo.
"Agar suatu organisasi bekerja, haruslah berguna untuk para anggotanya. Sertifikasi SVLK merupakan bukti bahwa asosiasi ini bekerja," katanya.
"Sebuah usaha mebel yang sehat juga mengarah pada lebih banyak penanaman pohon, dan dengan demikian menghasilkan industri perkebunan jati sehat dengan banyak manfaat lingkungan termasuk penyimpanan karbon dan tutupan pohon yang lebih baik."
Makalah penelitian Purnomo—Value-chain dynamics: Strengthening the institution of small-scale furniture producers to improve their value addition— mengidentifikasi sasaran studi tersebut yaitu keberlanjutan lingkungan dan pengurangan kemiskinan sebagai konsisten dengan sasaran "ekonomi hijau" yang dianjurkan dalam pertemuan puncak Rio+20 pada bulan Juni 2012. Sasaran-sasaran yang sama ini merupakan topik dari Forests Asia Summit.
Peningkatan Pendapatan
Asosiasi ini, yang meliputi perwakilan dari tujuh kelurahan di Jepara, merupakan hasil dari sebuah pendekatan penelitian yang secara langsung melibatkan para pengrajin, memanggil mereka untuk mengidentifikasi dan mencari solusi terhadap berbagai masalah yang mereka hadapi.
Para anggota didorong untuk mempertimbangkan penggabungan yang lebih baik dengan seluruh "rantai nilai" produksi mebel dengan bekerja sebagai perusahaan pialang mebel atau perusahaan finishing kayu, bekerja sama dengan pedagang kayu dan penanam pohon, atau bahkan memulai untuk menanam jati mereka sendiri, mengamankan pasokan di masa depan, demikian dilaporkan makalah tersebut.
"Sebuah survei yang dilakukan sebagai bagian dari penelitian tersebut mengungkapkan manfaat ekonomi nyata setelah bergabung dengan asosiasi ini," ujar Purnomo.
"Sejumlah 78 persen dari anggota APKJ telah meningkat penjualannya dalam 2012, dibanding hanya 44 persen dari produsen non-anggota."
"Para pembuat mebel Jepara sekarang telah menghadiri lebih dari 10 pameran dagang, termasuk beberapa acara internasional, belajar bagaimana menjual produk mereka dan menarik pembeli baru."
"Mereka juga telah meningkatkan kualitas kerja mereka melalui skema-skema pelatihan yang dibantu pemerintah," katanya.
Untuk informasi lebih jauh mengenai penelitian ini, silakan menghubungi Herry Purnomo di h.purnomo@cgiar.org. Penelitian ini merupakan bagian dari Program Penelitian CGIAR tentang Hutan, Pohon dan Agroforestridan didukung oleh Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR).
Catatan: Produksi kayu yang lestari akan menjadi salah satu tema diskusi utama di Forests Asia Summit, 5-6 Mei di Jakarta. Pada pertemuan Puncak ini, para panelis akan meneliti berbagai pengalaman pemerintah, investor internasional dan asosiasi produsen, dan juga penelitian mengenai rantai nilai mebel, untuk memahami bagaimana produksi kayu dapat berkontribusi pada pertumbuhan hijau di Asia Tenggara melalui penggunaan yang berkelanjutan dari hutan alam dan hutan buatan. Kompas.com merupakan mitra media Forests Asia Summit.
Sumber: Kompas.com  di http://bit.ly/1kk4nkb

Share This:

Ir. Sushardi SKH, MP.

---

No Comment to " Sertifikasi Kayu Legal, Harapan Baru bagi Mebel Jepara "

  • To add an Emoticons Show Icons
  • To add code Use [pre]code here[/pre]
  • To add an Image Use [img]IMAGE-URL-HERE[/img]
  • To add Youtube video just paste a video link like http://www.youtube.com/watch?v=0x_gnfpL3RM