News Ticker

Menu

Pendidikan Karakter Untuk Generasi Berkarakter Unggul

Oleh : Wawan Firmana[1]

Pendidikan di Indonesia saat ini atau sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititik beratkan pada kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah-sekolah yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan kehidupan sehari-hari para pelajar/mahasiswa.

Dari hal tersebut jelaslah bahwa pendidikan di Indoneia cenderung lebih mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan  kecerdasan, namun mengabaikan pendidikan karakter. Pengetahuan tentang kaidah moral yang didapatkan dalam pendidikan moral atau etika di sekolah-sekolah saat ini semakin ditinggalkan. Sebagian orang mulai tidak memperhatikan lagi bahwa pendidikan tersebut berdampak pada perilaku seseorang. Padahal pendidikan diharapkan mampu menghadirkan generasi yang berkarakter kuat, karena manusia sesungguhnya dapat dididik , dan harus sejak dini.

Meski manusia memiliki karakter bawaan, tidak berarti karakter itu tak dapat diubah. Perubahan karakter mengandaikan suatu perjuangan yang berat, suatu latihan yang terus-menerus untuk menghidupi nilai-nilai yang baik dan tidak terlepas dari faktor lingkungan sekitar. Era keterbukaan informasi akibat globalisasi mempunyai faktor-faktor negatif antara lain mulai lunturnya nilai-nilai kebangsaan   yang dianggap sempit seperti patriotisme dan nasionalisme yang dianggap tidak cocok dengan nilai-nilai globalisasi dan universalisasi.

Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka-angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman-pengalaman bagi pelajar/mahasiswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul yang cerdas dan bermoral tinggi.

1.      Pengertian Pendidikan Karakter

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills)[2]. Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

2.      Konsep Pendidikan Karakter

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu :
a.       Isi kurikulum
b.      Proses pembelajaran dan penilaian,
c.       Penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
d.      Pengelolaan sekolah,
e.       Pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
f.       Pemberdayaan sarana prasarana,
g.      Pembiayaan, dan
h.      Etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.

Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik[3]. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.

Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

3.      Pentingnya Pendidikan Karakter

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal, tawuran pelajar dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya yang pelakunya adalah pelajar/mahasiswa. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan metode pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: Pendekatan perkembangan moral kognitif, Pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai.

Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat[4].

Presiden dalam kunjungannya ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saat memberikan arahan dalam Sidang Kabinet Terbatas tanggal 31 Agustus 2012 yang membahas Program Strategis Pemerintah di bidang Pendidikan berharap perlu ada kontribusi yang dapat disumbangkan oleh sektor pendidikan untuk memperkuat toleransi, baik nilai sikap mental dan perilaku bagi bangsa yang majemuk untuk lebih baik lagi. Sikap toleransi harus dibangun, diajarkan, dan diperkuat kepada anak didik hingga tingkat wajib belajar 9 atau 12 tahun, sehingga diharapkan dapat membuahkan sesuatu yang baik. Wajib belajar 9 tahun dapat dikatakan sebagai formative years, yaitu waktu untuk membentuk karakter, nilai, sikap, dan perilaku bagi perjalan kehidupan manusia. Jika pemerintah dapat mengajarkan sikap toleransi dengan metodologi yang tepat, maka hal ini akan melekat lama.

Tidak hanya dalam kesempatan di Sidang Kabinet, dalam beberapa acara antara lain National Summit  dan Peringatan Hari Ibu, Presiden SBY menekankan pentingnya nation character building. Kutipan pernyataan Presiden SBY adalah sebagai berikut:  “Dalam era globalisasi, demokrasi, dan modernisasi dewasa ini, watak bangsa yang unggul dan mulia adalah menjadi kewajiban kita semua untuk membangun dan mengembangkannya.  Character building penting, sama dengan national development yang harus terus menerus dilakukan. Marilah kita berjiwa terang, berpikir positif, dan bersikap optimistis. Dengan sikap seperti itu, seberat apapun persoalan yang dihadapi bangsa kita, insya Allah akan selalu ada jalan, dan kita akan bisa terus meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia”.[5]

Pendidikan karakter mempunyai fungsi strategis bagi kemajuan bangsa, 5 nilai karakter bangsa untuk menjadi manusia unggul yang disampaikan oleh Presiden SBY yaitu :
  1. Manusia Indonesia yang bermoral, berakhlak dan berperilaku baik;
  2. Mencapai masyarakat yang cerdas dan rasional;
  3. Manusia Indonesia ke depan menjadi manusia yang inovatif dan terus mengejar kemajuan;
  4. Memperkuat semangat “Harus Bisa”, yang terus mencari solusi dalam setiap kesulitan;
  5. Manusia Indonesia haruslah menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa, Negara dan tanah airnya.[6]

4.      Kofigurasi Karakter
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam:
a.       Olah Hati (Spiritual and emotional development),
b.      Olah Pikir (intellectual development),
c.       Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan
d.      Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).

Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral atau karakter. Di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial[7]. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.[8]

Berdasarkan uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah elemen penting dalam pembangunan bangsa karena melalui pendidikan, dasar pembangunan karakter manusia dimulai. Apabila Negara Indonesia ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab atau dengan kata lain generasi yang berkarakter unggul. Maka pemerintah Indonesia harus menerapkan kurikulum yang mengedepankan Pendidikan Karakter anak didik dalam system pembelajaran di semua tingkat pedidikan. Dan Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus juga mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda.

Oleh karena itu saya menyarankan kepada pemerintah Indonesia agar segera menerapkan kurikulum yang baru kepada dunia pendidikan. Kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan canggih yang mengedepankan kualitas moral generasi penerusnya yaitu Pendidikan Karakter agar tercipta generasi yang berkarakter unggul. Saya juga mengajak kita semua untuk mendukung upaya pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, menjunjung tinggi nilai moral, dan berperadaban agar Bangsa Indonesia menjadi bangsa dan Negara yang maju dan damai.

Daftar Pustaka

Depdiknas,(2004).Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Sumber : http://grabalong.blogspot.com/2013/01/pendidikan-karakter-untuk-generasi.html

Share This:

Ir. Sushardi SKH, MP.

---

No Comment to " Pendidikan Karakter Untuk Generasi Berkarakter Unggul "

  • To add an Emoticons Show Icons
  • To add code Use [pre]code here[/pre]
  • To add an Image Use [img]IMAGE-URL-HERE[/img]
  • To add Youtube video just paste a video link like http://www.youtube.com/watch?v=0x_gnfpL3RM