Pendidikan Karakter Untuk Generasi Berkarakter Unggul
Pendidikan di Indonesia saat ini atau sistem
pendidikan di Indonesia secara umum masih dititik beratkan pada kecerdasan
kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah-sekolah yang ada masih
disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian
nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk
memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan
kehidupan sehari-hari para pelajar/mahasiswa.
Dari hal tersebut jelaslah bahwa pendidikan di
Indoneia cenderung lebih mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan
kecerdasan, namun mengabaikan pendidikan karakter. Pengetahuan tentang kaidah
moral yang didapatkan dalam pendidikan moral atau etika di sekolah-sekolah saat
ini semakin ditinggalkan. Sebagian orang mulai tidak memperhatikan lagi bahwa
pendidikan tersebut berdampak pada perilaku seseorang. Padahal pendidikan
diharapkan mampu menghadirkan generasi yang berkarakter kuat, karena manusia
sesungguhnya dapat dididik , dan harus sejak dini.
Meski manusia memiliki karakter bawaan, tidak
berarti karakter itu tak dapat diubah. Perubahan karakter mengandaikan suatu
perjuangan yang berat, suatu latihan yang terus-menerus untuk menghidupi
nilai-nilai yang baik dan tidak terlepas dari faktor lingkungan sekitar. Era
keterbukaan informasi akibat globalisasi mempunyai faktor-faktor negatif antara
lain mulai lunturnya nilai-nilai kebangsaan yang dianggap sempit
seperti patriotisme dan nasionalisme yang dianggap tidak cocok dengan
nilai-nilai globalisasi dan universalisasi.
Saatnya para pengambil kebijakan, para
pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran
keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka-angka. Hendaknya institusi
sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman-pengalaman bagi
pelajar/mahasiswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul yang cerdas dan
bermoral tinggi.
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pengertian
karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak”. Karakter mengacu kepada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan
(skills)[2].
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek
lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya
sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
2. Konsep Pendidikan Karakter
Karakter mulia
berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai
dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis,
analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta
ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur,
menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut,
setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir
positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat,
dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian
diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka,
tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau
unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya
tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu
(intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul
adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan
YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional
pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai
dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the
deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character
development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku
pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu :
a. Isi kurikulum
b. Proses pembelajaran dan penilaian,
c. Penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
d. Pengelolaan sekolah,
e. Pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler,
f. Pemberdayaan sarana prasarana,
g. Pembiayaan, dan
h. Etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.
Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai
sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan
harus berkarakter. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah
segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta
didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup
keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan
materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna
yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan
warga negara yang baik[3].
Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara
yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai
sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter
dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut)
yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule.
Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari
nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai
karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan
isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan
kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan
dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta
persatuan.
Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar
manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli,
jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin,
visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di
sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya
dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang
bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi,
dan lingkungan sekolah itu sendiri.
3. Pentingnya Pendidikan Karakter
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan
intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan
formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang,
yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian
massal, tawuran pelajar dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya yang
pelakunya adalah pelajar/mahasiswa. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala
tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan
dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik
melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat
tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan
formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka
tentang pendekatan dan metode pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan,
sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral
yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: Pendekatan perkembangan
moral kognitif, Pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai.
Sebagian yang lain menyarankan penggunaan
pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu
dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan
Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter
dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial
kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang
hayat[4].
Presiden dalam kunjungannya ke Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, saat memberikan arahan dalam Sidang Kabinet Terbatas
tanggal 31 Agustus 2012 yang membahas Program Strategis Pemerintah di bidang
Pendidikan berharap perlu ada kontribusi yang dapat disumbangkan oleh sektor
pendidikan untuk memperkuat toleransi, baik nilai sikap mental dan perilaku
bagi bangsa yang majemuk untuk lebih baik lagi. Sikap toleransi harus dibangun,
diajarkan, dan diperkuat kepada anak didik hingga tingkat wajib belajar 9 atau
12 tahun, sehingga diharapkan dapat membuahkan sesuatu yang baik. Wajib belajar
9 tahun dapat dikatakan sebagai formative years, yaitu waktu untuk membentuk
karakter, nilai, sikap, dan perilaku bagi perjalan kehidupan manusia. Jika
pemerintah dapat mengajarkan sikap toleransi dengan metodologi yang tepat, maka
hal ini akan melekat lama.
Tidak hanya dalam kesempatan di Sidang Kabinet,
dalam beberapa acara antara lain National Summit dan Peringatan Hari Ibu,
Presiden SBY menekankan pentingnya nation character building. Kutipan
pernyataan Presiden SBY adalah sebagai berikut: “Dalam era globalisasi,
demokrasi, dan modernisasi dewasa ini, watak bangsa yang unggul dan mulia
adalah menjadi kewajiban kita semua untuk membangun dan mengembangkannya.
Character building penting, sama dengan national development yang harus
terus menerus dilakukan. Marilah kita berjiwa terang, berpikir positif, dan
bersikap optimistis. Dengan sikap seperti itu, seberat apapun persoalan yang
dihadapi bangsa kita, insya Allah akan selalu ada jalan, dan kita akan bisa
terus meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia”.[5]
Pendidikan karakter mempunyai fungsi strategis
bagi kemajuan bangsa, 5 nilai karakter bangsa untuk menjadi manusia unggul yang
disampaikan oleh Presiden SBY yaitu :
- Manusia Indonesia yang bermoral, berakhlak dan berperilaku baik;
- Mencapai masyarakat yang cerdas dan rasional;
- Manusia Indonesia ke depan menjadi manusia yang inovatif dan terus mengejar kemajuan;
- Memperkuat semangat “Harus Bisa”, yang terus mencari solusi dalam setiap kesulitan;
- Manusia Indonesia haruslah menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa, Negara dan tanah airnya.[6]
4. Kofigurasi Karakter
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas
proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam:
a. Olah Hati (Spiritual and emotional
development),
b. Olah Pikir (intellectual development),
c. Olah Raga dan Kinestetik (Physical and
kinestetic development), dan
d. Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development).
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori
tentang pendidikan moral atau karakter. Di antara berbagai teori yang
berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan
pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai,
pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial[7].
Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias mengklasifikasikan berbagai teori
yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif,
dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang
biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.[8]
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita simpulkan
bahwa pendidikan adalah elemen penting dalam pembangunan bangsa karena melalui
pendidikan, dasar pembangunan karakter manusia dimulai. Apabila Negara
Indonesia ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan
bertanggung jawab atau dengan kata lain generasi yang berkarakter unggul. Maka
pemerintah Indonesia harus menerapkan kurikulum yang mengedepankan Pendidikan
Karakter anak didik dalam system pembelajaran di semua tingkat pedidikan. Dan
Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus juga
mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda.
Oleh karena itu saya menyarankan kepada
pemerintah Indonesia agar segera menerapkan kurikulum yang baru kepada dunia
pendidikan. Kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin maju
dan canggih yang mengedepankan kualitas moral generasi penerusnya yaitu
Pendidikan Karakter agar tercipta generasi yang berkarakter unggul. Saya juga
mengajak kita semua untuk mendukung upaya pemerintah dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa, menjunjung tinggi nilai moral, dan berperadaban agar Bangsa
Indonesia menjadi bangsa dan Negara yang maju dan damai.
Daftar Pustaka
Depdiknas,(2004).Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah.Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Sumber : http://grabalong.blogspot.com/2013/01/pendidikan-karakter-untuk-generasi.html
No Comment to " Pendidikan Karakter Untuk Generasi Berkarakter Unggul "