Menumbuhkan Kemandirian Mahasiswa
Selama ini mahasiswa Indonesia
“terlalu manja” dengan berbagai kemudahan dan fasilitas yang disediakan kampus.
Satu aspek hal ini positif, namun dalam aspek berbeda, hal inilah yang membunuh
karakter, mental dan kemandirian mahasiswa.
Sebagai perbandingan, perkuliahan
yang dilakukan di luar negeri justru kelebihannya ialah pada program
“pemaksaan” pada mahasiswa agar mandiri dalam berbagai aktivitasnya, sehingga
secara mental terasah dengan berbagai problematika, secara karakter membentuk
pribadi yang mampu bertahan dalam berbagai keadaan, dan mendidik kemandirian
dalam menjalani kehidupan. Sebenarnya, inilah nilai plus mahasiswa yang kuliah
di luar negeri, di samping karena manajeman dikelola secara profesional.
Jika menengok pada sejarah, dulu
lulus SR (sekolah rakyat) sudah mampu mengajar, padahal setingkat SD atau
katakanalah SMP. Mengapa berhasil? Karena siapa saja yang tidak bisa belajar
mandiri, maka gagal dalam SR. Ini berarti pembelajaran kemandirian menjadi
prioritas. Hal inilah yang sukses melahirkan Hamka, M Natsir dan lain-lain.
Padahal zaman dulu penuh keterbatasan.
Hilangnya aspek kemandirian dalam
diri mahasisiwa Indonesia merupakan sebuah kehilangan besar, sebab bisa jadi
inilah yang menyebabkan Universitas di tanah air hanya mampu melahirkan
“pengangguran Intelektual”. Meski perlu penelitian lebih dalam untuk
membuktikannya.
Melihat realitas ini, tolonglah pada
pihak Universitas atau Perguruan Tinggi, jangan “manja” mahasiswa, justru
mereka berusaha dipacu dengan berbagai macam aktivitas yang menantang
kecerdasan, kreativitas, keuletan, dan kegigihan dalam mencapai sesuatu. Dosen
pembimbing jangan jadi “Hakim” yang mengarahkan masasiswa pada pemikiran yang
sesuai dengan dirinya sendiri, padahal mahasiswa memiliki pemikiran sendiri,
biarkan hal ini berkembang asal sang mahasiswa mampu mempertanggung jawabkan
secara intelektual. Program yang disusun bukan disesuaikan dengan kemauan
mahasiswa, melainkan disesuaikan dengan standar nasional dan internasional,
sehingga kualitas mahasiswa ditingkatkan. Jangan pernah berkompromi dalam
masalah nilai, tugas dan program yang dijalankan.
Para mahasiswa jangan keenakan
dengan program yang “memanjakan mereka.” Sebab hakikatnya hal itu sebenarnya
merupakan “proyek pembodohan abad 21” yang jika dibiarkan, maka saat meraih
gelar sarjana seperti anak TK yang “diwisuda” dengan baju kebesaran. Padahal
uang yang dikeluarkan puluhan juta, bahkan ratusan juta rupiah untuk gelas
sarjana S1. Belum lagi tenaga, pikiran dan energy yang dibutuhkan selama
bertahun-tahun untuk mencapainya. Tapi apalah arti semua itu jika “menguap”
tanpa makna.
Mulai saat ini setiap mahasiswa
berkomitmen untu mandiri dalam hal;
1. Aktif membaca buku minimal 2 jam
setiap hari, entah di perpustakaan, rumah atau internet
2. Menjalankan tugas perkuliahan
dengan usaha sendiri, jika pun meminta pertimbangan orang lain, hanya meminta
saran, bukan minta dituliskan. Setiap orang cerdas dan bisa melakukan apa saja,
asal berusaha sekuat tenaga dan memanfaatkan pikiran atau imajinasi dengan
benar.
3. Menguasai cara berpikir kritis,
kreatif, analitis, cara melakukan hipotesa, dan dialektika Hegel (Tesis,
Antitesis dan Sintesis) sebagai bekal untuk mampu mengelola “membanjirnya”
informasi melalui Dunia Maya, ingat “informasi bukan ilmu pengetahuan” kata
Enstein. Jika belum tahu, bertanyalah. Jika sudah tahu, praktikkan. Anda saya
sarankan membaca buku “Think” Mechael Le Beuf, “Cara Belajar Cepat Abad 21”
Colin Rose & Malcolm J Nicholl dan “Mau Kuliah Alternatif? BELAJAR
OTODIDAK,Dong” karya saya sendiri.
4. Terlibat dalam kelompok diskusi
kecil, khususnya tentang materi perkuliahan, baik melalui internet atau diskusi
langsung. Kelompok keci 3-5 orang lebih efektif dibanding seminar dan serasehan
karena suasa dialogis yang cair. Coba buktikan! Jangan ngumpul buat pesta,
ngerumpi atau “gaul” saja. Tapi otak perlu diasah agar tidak “karatan”.
5. Menangani problematika kehidupan
sehari-hari dengan mencari solusi menggunakan pemikiran sendiri, inilah
manfaatnya menguasai beberapa cara atau teknik berpikir. Jika hal ini
dibiasakan, maka ini akan menjadi nilai positif yang sangat berpengaruh pada
kesuksesan masa depan. Buktikan bahwa Anda adalah makhlu terbaik ciptaan Allah!
“Sungguh kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik ciptaan,” (QS
At-Thien; 4). Setelah menemukan solusi sendiri, baru perbandingkan dengan
pendapat orang lain (teman, dosen, orang tua atai siapa saja) untuk dirumuskan
solusi terbaik. Lalu jalankan!
6. Tumbuhkan motivasi “Jika saya
tergantung orang lain, saya pasti gagal” tapi “jika saya tergantung pada diri
sendiri, saya pasti sukses.”
7. Tulis skripsi sendiri, sebab ini
akan menjadi kenang-kenangan seumur hidup yang diwarikan pada anak cucu,
syukur-syukur menarik untuk diterbitkan dalam bentuk buku. Maukah Anda mewariskan
“Skripsi bajakan atau karya orang lain yang diakui sendiri?” Hanya Anda yang
tahu jawabannya!
Demikian beberapa langkah sederhana
agar sukses menumbuhkan dan mempraktikkan kemandirian dalam diri setiap
mahasiswa. Diharapkan hal ini bukan sekadar dibaca dan dipahami, melainkan
praktik langsung jauh lebih penting. Memang awalnya akan menghadapi “sedikit
kendala,” namun insya Allah setelah itu menjadi mudah. Selamat bereksplorasi!
No Comment to " Menumbuhkan Kemandirian Mahasiswa "